Selasa, 13 Juni 2017

KASUS MI BERFORMALIN

Jambi- Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Jambi menemukan mi kuning mengandung formalin di pasar induk terbesar di Kota Jambi, pasar Angso Duo. BPOM menyita enam karung atau 167 kg mi mengandung formalin dan setengah jeriken formalin.

“Kami menggerebek kios penjualan mi kuning di pasar tradisional Angso Duo, Kota Jambi, Senin (12/6) subuh," kata Kepala BPOM Jambi, Ujang Suprayitna di Jambi, Senin (12/6).

Dia mengatakan, pelaku berinisial Hd (40), warga Kota Jambi itu tidak berkutik karena tertangkap tangan. Menurut Ujang, BPOM mengendus mi berformalin tersebut setelah beberapa kali memeriksa mi yang dijual pelaku sejak awal puasa. Salah satu cirinya, mi tidak dihinggapi lalat. Setelah menemukan bukti, BPOM Jambi melakukan penggerebekan.

“Mi formalin yang diamankan di kios pelaku sebanyak 5 karung. Ketika petugas BPOM Jambi menggeledah rumah sekaligus lokasi pembuatan mi di Perumahan Bougenvile, Simpang Rimbo, Kota Jambi, kami kembali menemukan satu karung mi dan formalin setengah jeriken,” ujarnya.

Dijelaskan, pelaku sudah pernah tertangkap tahun lalu. Sebenarnya BPOM Jambi sudah melakukan teguran, namun pelaku masih mengulangi perbuatannya. Hal itu menunjukkan pelaku sengaja memproduksi mi berformalin untuk meraup keuntungan.

“Pelaku belum kami amankan. Tetapi kami sudah melayangkan surat panggilan. Jika tidak mengindahkan panggilan tersebut, kami akan memanggil paksa. Pelaku akan diproses secara hukum karena sudah pernah ditegur, tetapi mengulangi perbuatannya,” kata dia.

Sebelum mengungkap kasus penjualan mi mengandung formalin tersebut, BPOM Jambi juga mengamankan sebanyak 14 karung atau sekitar 140 kilogram (kg) terasi mengandung rodhamin B atau pewarna tekstil akhir pekan lalu. Penarikan terasi terus dilakukan dari pasar tradisional di Kota Jambi dan kabupaten.

Sementara itu, Gubernur Jambi, Zumi Zola mengimbau warga meningkatkan kewaspadaan saat membeli berbagai bahan makanan yang mengandung zat berbahaya. Warga diharapkan memeriksa lebih teliti setiap kali membeli.

Selain itu, Zumi Zola meminta Satuan tugas (Satgas) Pangan dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Provinsi Jambi meningkatkan pemeriksaan di setiap pasar. “Satgas Pangan dan BPOM Jambi harus bergerak cepat melacak bahan makanan mengandung zat berbahaya," kata dia.

Analisis:
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 hak konsumen antara lain:
a.    Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
b.    Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa, sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
c.    Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
d.    Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
e.    Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
f.      Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
g.    Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin, dan status sosial lainnya.
h.    Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
i.      Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 kewajiban pelaku usaha antara lain:
a.    Bertikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
b.    Melakukan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaika, dan pemeliharaan.
c.    Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan pelayanan; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen.
d.    Menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
e.    Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.
f.      Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
g.    Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila berang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
   Kasus mie berformalin ini telah melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak memperhatikan apa yang seharusnya menjadi kewajibannya dalam memproduksi makanan. Mi ini sangat tidak aman untuk dikonsumsi dan membahayakan kesehatan konsumen. Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan dan diperdagangkannya. Pelaku usaha harus bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh konsumen baik secara materi maupun non-materi. Salah satu hak pokok konsumen dalam hukum perlindungan konsumen yaitu hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Sanksi yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, yang tertulis dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 63 dapat berupa sanksi administratif, dan sanksi pidana pokok, serta tambahan berupa perampasan barang tertentu, pengumuman keputusan hakim, pembayaran ganti rugi, perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen, kewajiban penarikan barang dari peredaran, atau pencabutan izin usaha.
Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang menjadi sumber energi bagi tubuh manusia. Oleh karena itu, kita sebagai konsumen harus lebih teliti dalam membeli makanan agar kita tidak dirugikan baik secara materi maupun non-materi. Jika makanan itu baik dari segi bentuk, bau ataupun warna tidak seperti makanan pada umumnya sebaiknya kita tidak usah membelinya karena memang banyak pelaku usaha yang menggunakan zat-zat berbahaya pada makanan demi keuntungan yang akan di dapatkan tanpa memikirkan dampak buruk yang timbul baik jangka pendek maupun jangka panjang bagi konsumen. Lebih baik mencegah daripada mengobati. Jadi, telitilah dalam membeli makanan.





DAFTAR PUSTAKA

Saragih, Radesman. 2017. BPOM Jambi amankan 126 kg mi mengandung formalin.
Simangunsong, Advendi dan Elsi Kartika Sari. 2007. Hukum dalam Ekonomi (edisi 2). Jakarta: PT. Grasindo

Selasa, 06 Juni 2017

KASUS BAJA BANCI

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan menindak tegas produsen baja yang tidak memproduksi baja sesuai standar atau biasa disebut dengan produsen baja banci. Langkah pemerintah ini dilakukan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Sofyan Djalil
mengatakan, baja banci merupakan baja yang membahayakan bagi pengguna. Alasannya, kekuatan baja banci tidak terukur sehingga mengancam keselamatan konsumen.

"Pak Syahrul (Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga) akan ambil tindakan. Ini tidak boleh dibiarkan, harus ada standar minimum. Kalau gempa, baja-baja banci itu mudah ambruk mengakibatkan korban. Harus disiplin industrinya. Karena ada SNI," kata dia, di Jakarta, Minggu (17/4/2016).
Produsen yang tidak memenuhi standar sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) bakal mendapatkan ganjaran. Ganjaran tersebut mulai dari peringatan dan hukuman ringan hingga pidana.

Sofyan menuturkan, untuk menegakkan perlindungan konsumen seharusnya tidak hanya berfokus kepada produsen saja namun juga pada konsumen itu sendiri. Sofyan mengatakan, konsumen juga harus cerdas dalam memilih produk. "Konsumer harus cerdas, mandiri, mencintai produk dalam negeri.
Jadi konsumen harus cerdas karena kunci service adalah konsumen itu sendiri," katanya.

Dalam memilih produk, konsumen mesti harus melihat label SNI. Kemudian bagi yang muslim setidaknya melihat label halal. Menurut Sofyan, saat ini pemerintah telah mendorong pemberlakukan SNI di beberapa produk. Terakhir, produk yang wajib memiliki label SNI adalah produk mainan anak. 

Selain dari konsumen sendiri, perlindungan konsumen juga tidak terlepas dari peran pemerintah. "Peran pemerintah termasuk Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), kerjasama penegak hukum, menegakkan hukuman tersebut. produk kita harus memiliki standar yang tinggi," tandas dia. (Amd
/Gdn)

Analisis:
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 hak konsumen antara lain:
a.    Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
b.    Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa, sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
c.    Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
d.    Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
e.    Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
f.      Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
g.    Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin, dan status sosial lainnya.
h.    Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
i.      Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 kewajiban pelaku usaha antara lain:
a.    Bertikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
b.    Melakukan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaika, dan pemeliharaan.
c.    Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan pelayanan; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen.
d.    Menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
e.    Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.
f.      Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
g.    Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila berang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
   Produsen baja tidak memperhatikan apa yang seharusnya menjadi kewajibannya dalam memproduksi baja. Produsen baja banci memproduksi baja yang membahayakan bagi pengguna. Kekuatan baja banci tidak terukur sehingga mengancam keselamatan konsumen.
   Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan dan diperdagangkannya. Pelaku usaha harus bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh konsumen baik secara materi maupun non-materi. Salah satu hak pokok konsumen dalam hukum perlindungan konsumen yaitu hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Sanksi yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, yang tertulis dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 63 dapat berupa sanksi administratif, dan sanksi pidana pokok, serta tambahan berupa perampasan barang tertentu, pengumuman keputusan hakim, pembayaran ganti rugi, perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen, kewajiban penarikan barang dari peredaran, atau pencabutan izin usaha.
Oleh karena itu, kita sebagai konsumen harus lebih cerdas dalam memilih produk. Konsumen harus melihat label SNI. Saat ini pemerintah telah mendorong pemberlakukan SNI di beberapa produk.



DAFTAR PUSTAKA

Afriyadi, Achmad Dwi. 2016. Lindungi Konsumen, Pemerintah Tindak Produsen Baja Banci.  http://bisnis.liputan6.com/read/2485504/lindungi-konsumen-pemerintah-tindak-produsen-baja-banci. 5 Juni 2017 (11:41)

Simangunsong, Advendi dan Elsi Kartika Sari. 2007. Hukum dalam Ekonomi (edisi 2). Jakarta: PT. Grasindo


Selasa, 30 Mei 2017

CONTOH KASUS PERLINDUNGAN KONSUMEN: MERICA OPLOSAN

TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Hati-hati dengan bumbu dapur, yakni merica oplosan.

Merica serbuk palsu lantaran dioplos dengan karak (nasi sisa yang dikeringkan) beredar dan dijualbelikan di pasar Surabaya.

Terkuatnya merica oplosan dengan karak yang beredar di pasaran di Kota Pahlanan, setelah dibongkarnya sebuah tempat produksi merica serbuk palsu oleh Satreskrim Polrestabes Surabaya, Sabtu (13/5/2017). Tempat produksi merica serbuk palsu itu milik DJ (44) JI Ploso Timur Surabaya.

Dalam praktiknya, DJ yang dibantu dengan para karyawannya memproduksi merica oplosan dengan cara curang.

Komposisi dalam pengolahan merica serbuk palsu tersebut, tidak murni dari biji merica yang digiling menjadi serbuk melainkan dicampur dengan karak yang kemudian digiling menggunakan mesin alat penggiling dengan perbandingan 1 Kg merica dan 5 Kg karak.

Selanjutnya, merica serbuk tersebut di masukan dalam bungkus kertas isi 40 gram dan diberi label merek merica bubuk cap Dua Lombok.

Kemudian dikemas dalam plastik dengan isi 12 bungkus. Ada juga kemasan besar isi 0,5 Kg sampai 1 Kg.

"Saya pasarkan merica bubuk campuran ini ke pasar-pasar tradisional di Surabaya, sering ke Pasar Pabean. Saya jual Rp 15.000 per satu lusin (12 bungkus)," sebut DJ di Mapolrestabes Surabaya, Minggu (14/5/2017).

DJ mengaku, sudah memproduksi merica oplosan dan dijual bebas ke pasar-pasar Surabaya ini selama 10 tahun.

Dalam satu bulan, ia mampu memproduksi sebanyak 2,5 ton merica serbuk oplosan.

"Bahan baku karak saya beli dari seseorang dari Mojokerto dengan harga Rp 2.000 per kilogram. Karak disetor dari mojokerto setiap dua minggu sekali," aku DJ.
Penyidik uang sudah melakukan pemeriksaan terhadap pelaku DJ, juga menemukan usaha yang dijalankan tidak dilengkapi izin. Baik izin usaha maupun dari BPOM.

"Usaha yang dilakukan DJ tidak dilengkapi surat izin yang sah mendirikan usaha penualan bubuk merica," kata Kasat Reskrim Poolrestabes Surabaya, AKBP Shinto Silitonga.

Menurut Shinto, usaha yang dijalankan DJ merupakan produksi cukup besar. Dalam satu bulan mampu memproduksi merica bubuk palsu sebanyak 2,5 ton. Merica oplosan produksi DJ diedarkan ke pasar-pasar tradisional di Surabaya.

Keuntungan yang diperoleh DJ, tas produksi merica bubuk oplosan juga besar.

"Keuntungan per bulan yang didapat dari usaha pembuatan Merica Bubuk ini mencapai Rp.19 juta," tutur Shinto.

Atas tindakan yang dilakukan DJ, polisi bakal menjeratnya dengan Pasal 142 UU No. 18 tahun 2002 tentang Pangan dan atau pasal 62 ayat (1) UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ancaman hukumannya selama 2 tahun atau pidana denda Rp 500 juta.

Dari pengungkapan ini, polisi mengamankan barang bukti mesin penggiling merica dan karak, 75 Kg biji merica, empat karung bubuk merica seberat 120 Kg, satu bak bubuk merica campuran karak, empat karung karak sangrae yang belum digiling seberat 120 Kg, dan puluhan bungkus merica oplosan yang sudah berbetuk kemasan.


Analisis:
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 hak konsumen antara lain:
a.    Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
b.    Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa, sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
c.    Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
d.    Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
e.    Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
f.      Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
g.    Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin, dan status sosial lainnya.
h.    Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
i.      Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 kewajiban pelaku usaha antara lain:
a.    Bertikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
b.    Melakukan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaika, dan pemeliharaan.
c.    Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan pelayanan; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen.
d.    Menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
e.    Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.
f.      Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
g.    Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila berang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
   Kasus merica oplosan ini telah melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak memperhatikan apa yang seharusnya menjadi kewajibannya dalam memproduksi makanan. Produsen sengaja menggunakan campuran kerak untuk memproduksi merica serbuk. Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan dan diperdagangkannya. Pelaku usaha harus bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh konsumen baik secara materi maupun non-materi. Salah satu hak pokok konsumen dalam hukum perlindungan konsumen yaitu hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Sanksi yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, yang tertulis dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 63 dapat berupa sanksi administratif, dan sanksi pidana pokok, serta tambahan berupa perampasan barang tertentu, pengumuman keputusan hakim, pembayaran ganti rugi, perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen, kewajiban penarikan barang dari peredaran, atau pencabutan izin usaha.
Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang menjadi sumber energi bagi tubuh manusia. Oleh karena itu, kita sebagai konsumen harus lebih teliti dalam membeli makanan agar kita tidak dirugikan baik secara materi maupun non-materi. Jika makanan itu baik dari segi bentuk, bau ataupun warna tidak seperti makanan pada umumnya sebaiknya kita tidak usah membelinya karena memang banyak pelaku usaha yang menggunakan zat-zat berbahaya pada makanan demi keuntungan yang akan di dapatkan tanpa memikirkan dampak buruk yang timbul baik jangka pendek maupun jangka panjang bagi konsumen. Lebih baik mencegah daripada mengobati. Jadi, telitilah dalam membeli makanan.



DAFTAR PUSTAKA

Alamy, Surya Fatkul. 2017. Awas, Merica Oplosan Beredar di Pasar Surabaya. http://www.tribunnews.com/regional/2017/05/14/awas-merica-oplosan-beredar-di-pasar-surabaya . 30 Mei 2017 (20:22)


Simangunsong, Advendi dan Elsi Kartika Sari. 2007. Hukum dalam Ekonomi (edisi 2). Jakarta: PT. Grasindo