Selasa, 30 Mei 2017

CONTOH KASUS PERLINDUNGAN KONSUMEN: MERICA OPLOSAN

TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Hati-hati dengan bumbu dapur, yakni merica oplosan.

Merica serbuk palsu lantaran dioplos dengan karak (nasi sisa yang dikeringkan) beredar dan dijualbelikan di pasar Surabaya.

Terkuatnya merica oplosan dengan karak yang beredar di pasaran di Kota Pahlanan, setelah dibongkarnya sebuah tempat produksi merica serbuk palsu oleh Satreskrim Polrestabes Surabaya, Sabtu (13/5/2017). Tempat produksi merica serbuk palsu itu milik DJ (44) JI Ploso Timur Surabaya.

Dalam praktiknya, DJ yang dibantu dengan para karyawannya memproduksi merica oplosan dengan cara curang.

Komposisi dalam pengolahan merica serbuk palsu tersebut, tidak murni dari biji merica yang digiling menjadi serbuk melainkan dicampur dengan karak yang kemudian digiling menggunakan mesin alat penggiling dengan perbandingan 1 Kg merica dan 5 Kg karak.

Selanjutnya, merica serbuk tersebut di masukan dalam bungkus kertas isi 40 gram dan diberi label merek merica bubuk cap Dua Lombok.

Kemudian dikemas dalam plastik dengan isi 12 bungkus. Ada juga kemasan besar isi 0,5 Kg sampai 1 Kg.

"Saya pasarkan merica bubuk campuran ini ke pasar-pasar tradisional di Surabaya, sering ke Pasar Pabean. Saya jual Rp 15.000 per satu lusin (12 bungkus)," sebut DJ di Mapolrestabes Surabaya, Minggu (14/5/2017).

DJ mengaku, sudah memproduksi merica oplosan dan dijual bebas ke pasar-pasar Surabaya ini selama 10 tahun.

Dalam satu bulan, ia mampu memproduksi sebanyak 2,5 ton merica serbuk oplosan.

"Bahan baku karak saya beli dari seseorang dari Mojokerto dengan harga Rp 2.000 per kilogram. Karak disetor dari mojokerto setiap dua minggu sekali," aku DJ.
Penyidik uang sudah melakukan pemeriksaan terhadap pelaku DJ, juga menemukan usaha yang dijalankan tidak dilengkapi izin. Baik izin usaha maupun dari BPOM.

"Usaha yang dilakukan DJ tidak dilengkapi surat izin yang sah mendirikan usaha penualan bubuk merica," kata Kasat Reskrim Poolrestabes Surabaya, AKBP Shinto Silitonga.

Menurut Shinto, usaha yang dijalankan DJ merupakan produksi cukup besar. Dalam satu bulan mampu memproduksi merica bubuk palsu sebanyak 2,5 ton. Merica oplosan produksi DJ diedarkan ke pasar-pasar tradisional di Surabaya.

Keuntungan yang diperoleh DJ, tas produksi merica bubuk oplosan juga besar.

"Keuntungan per bulan yang didapat dari usaha pembuatan Merica Bubuk ini mencapai Rp.19 juta," tutur Shinto.

Atas tindakan yang dilakukan DJ, polisi bakal menjeratnya dengan Pasal 142 UU No. 18 tahun 2002 tentang Pangan dan atau pasal 62 ayat (1) UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ancaman hukumannya selama 2 tahun atau pidana denda Rp 500 juta.

Dari pengungkapan ini, polisi mengamankan barang bukti mesin penggiling merica dan karak, 75 Kg biji merica, empat karung bubuk merica seberat 120 Kg, satu bak bubuk merica campuran karak, empat karung karak sangrae yang belum digiling seberat 120 Kg, dan puluhan bungkus merica oplosan yang sudah berbetuk kemasan.


Analisis:
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 hak konsumen antara lain:
a.    Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
b.    Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa, sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
c.    Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
d.    Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
e.    Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
f.      Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
g.    Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin, dan status sosial lainnya.
h.    Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
i.      Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 kewajiban pelaku usaha antara lain:
a.    Bertikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
b.    Melakukan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaika, dan pemeliharaan.
c.    Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan pelayanan; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen.
d.    Menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
e.    Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.
f.      Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
g.    Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila berang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
   Kasus merica oplosan ini telah melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak memperhatikan apa yang seharusnya menjadi kewajibannya dalam memproduksi makanan. Produsen sengaja menggunakan campuran kerak untuk memproduksi merica serbuk. Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan dan diperdagangkannya. Pelaku usaha harus bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh konsumen baik secara materi maupun non-materi. Salah satu hak pokok konsumen dalam hukum perlindungan konsumen yaitu hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Sanksi yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, yang tertulis dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 63 dapat berupa sanksi administratif, dan sanksi pidana pokok, serta tambahan berupa perampasan barang tertentu, pengumuman keputusan hakim, pembayaran ganti rugi, perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen, kewajiban penarikan barang dari peredaran, atau pencabutan izin usaha.
Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang menjadi sumber energi bagi tubuh manusia. Oleh karena itu, kita sebagai konsumen harus lebih teliti dalam membeli makanan agar kita tidak dirugikan baik secara materi maupun non-materi. Jika makanan itu baik dari segi bentuk, bau ataupun warna tidak seperti makanan pada umumnya sebaiknya kita tidak usah membelinya karena memang banyak pelaku usaha yang menggunakan zat-zat berbahaya pada makanan demi keuntungan yang akan di dapatkan tanpa memikirkan dampak buruk yang timbul baik jangka pendek maupun jangka panjang bagi konsumen. Lebih baik mencegah daripada mengobati. Jadi, telitilah dalam membeli makanan.



DAFTAR PUSTAKA

Alamy, Surya Fatkul. 2017. Awas, Merica Oplosan Beredar di Pasar Surabaya. http://www.tribunnews.com/regional/2017/05/14/awas-merica-oplosan-beredar-di-pasar-surabaya . 30 Mei 2017 (20:22)


Simangunsong, Advendi dan Elsi Kartika Sari. 2007. Hukum dalam Ekonomi (edisi 2). Jakarta: PT. Grasindo

CONTOH KASUS PERLINDUNGAN KONSUMEN: BERAS OPLOSAN

Liputan6.com, Gresik - Masyarakat tampaknya harus terus waspada dengan tindak kejahatan pangan selama Ramadan ini. Di hari kedua Ramadan, Satgas Pangan Polres Gresik, Jawa Timur berhasil meringkus pelaku pengoplosan beras. 

Pelaku berinisial S (42) sengaja mengoplos beras menggunakan sabun pencuci piring. Oplosan itu untuk memutihkan beras.

Tim satgas berhasil mengamankan 1,5 ton beras merek Cendrawasih dan Bengawan kemasan 25 kg yang siap edar di pasaran selama Ramadan. Diduga beras-beras itu sudah dioplos dengan sabun pencuci piring.

Wakapolres Gresik, Kompol Wahyu Prista Utama mengatakan kasus ini bermula saat adanya pelapor yang datang ke kantor.

"Bermula ada seorang warga yang datang ke kantor, dan mengetahui adanya praktik pengoplosan beras dengan air serta di campur dengan sabun cuci piring. (Praktik) itu tepatnya di desa Dungus, Kecamatan Cerme," ucap Wahyu, Minggu 28 Mei 2017.

Wahyu menambahkan, awalnya sejumlah warga yang memakai beras tersebut mencoba mencucinya dengan air layaknya pencucian beras pada biasa. Namun air bilasan beras terlihat aneh karena berbusa.

"Setelah mendapat laporan, tim yang dipimpin Kasat Reskrim langsung bergerak untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut," katanya.

Kasat Reskrim, AKP Heru Purbantoro bersama tim Satreskrim telah mengamankan sejumlah barang bukti serta 37 kantong kemasan 25 kg beras yang siap edar.

"Kami akan terus mengembangkan kasus ini, dan akan memeriksa sejumlah saksi untuk di mintai keterangan. Adapun kali ini kita mengamankan seluruh barang bukti yang digunakan sebagai alat praktik curang pengoplosan beras dengan cairan cuci piring ini," ucapnya.

Sri Hermiyati, perwakilan Divisi kefarmasian Dinkes Kabupaten Gresik mengingatkan akan bahaya beras yang dicampur dengan cairan kimia seperti sabun cuci piring. Menurut dia, jika dikonsumsi terus menerus maka sangat berbahaya bagi kesehatan.

"Kalau beras semacam ini dikonsumsi secara kontinyu bisa mengakibatkan kerusakan ginjal dan sangat mengganggu kinerja organ dalam tubuh," ujar Sri. 
Akibat perbuatannya, S selaku pemilik gilingan padi dan pelaku praktik pengopolosan beras dengan sabun cuci piring untuk diedarkan selama Ramadan tersebut sudah ditetapkan jadi tersangka.
Oleh polisi, S disangkakan dengan Pasal 136 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan. Dengan pasal tersebut, S terancam hukuman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda maksimum Rp 10 miliar.


Analisis:
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 hak konsumen antara lain:
a.    Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
b.    Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa, sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
c.    Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
d.    Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
e.    Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
f.      Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
g.    Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin, dan status sosial lainnya.
h.    Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
i.      Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 kewajiban pelaku usaha antara lain:
a.    Bertikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
b.    Melakukan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaika, dan pemeliharaan.
c.    Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan pelayanan; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen.
d.    Menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
e.    Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.
f.      Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
g.    Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila berang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
   Kasus beras oplosan sabun cuci piring ini telah melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak memperhatikan apa yang seharusnya menjadi kewajibannya dalam memproduksi makanan. Produsen sengaja menggunakan sabun cuci piring untuk memutihkan beras. Beras ini sangat tidak aman untuk dikonsumsi karena bisa mengakibatkan kerusakan ginjal dan sangat mengganggu kinerja organ dalam tubuh kalau dikonsumsi secara kontinyu  . Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan dan diperdagangkannya. Pelaku usaha harus bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh konsumen baik secara materi maupun non-materi. Salah satu hak pokok konsumen dalam hukum perlindungan konsumen yaitu hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Sanksi yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, yang tertulis dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 63 dapat berupa sanksi administratif, dan sanksi pidana pokok, serta tambahan berupa perampasan barang tertentu, pengumuman keputusan hakim, pembayaran ganti rugi, perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen, kewajiban penarikan barang dari peredaran, atau pencabutan izin usaha.
Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang menjadi sumber energi bagi tubuh manusia. Oleh karena itu, kita sebagai konsumen harus lebih teliti dalam membeli makanan agar kita tidak dirugikan baik secara materi maupun non-materi. Jika makanan itu baik dari segi bentuk, bau ataupun warna tidak seperti makanan pada umumnya sebaiknya kita tidak usah membelinya karena memang banyak pelaku usaha yang menggunakan zat-zat berbahaya pada makanan demi keuntungan yang akan di dapatkan tanpa memikirkan dampak buruk yang timbul baik jangka pendek maupun jangka panjang bagi konsumen. Lebih baik mencegah daripada mengobati. Jadi, telitilah dalam membeli makanan.



DAFTAR PUSTAKA

Kurniawan, Dian. 2017. Awas, Beras Oplosan Sabun Cuci Piring Beredar Saat Ramadan.

Simangunsong, Advendi dan Elsi Kartika Sari. 2007. Hukum dalam Ekonomi (edisi 2). Jakarta: PT. Grasindo