Merica serbuk palsu lantaran dioplos dengan
karak (nasi sisa yang dikeringkan) beredar dan dijualbelikan di pasar Surabaya.
Terkuatnya merica oplosan dengan karak yang beredar di pasaran
di Kota Pahlanan, setelah dibongkarnya sebuah tempat produksi merica serbuk
palsu oleh Satreskrim Polrestabes Surabaya,
Sabtu (13/5/2017). Tempat produksi merica serbuk palsu itu milik DJ (44) JI
Ploso Timur Surabaya.
Dalam praktiknya, DJ yang dibantu dengan para karyawannya memproduksi merica oplosan dengan cara curang.
Komposisi dalam pengolahan merica serbuk palsu
tersebut, tidak murni dari biji merica yang digiling menjadi serbuk melainkan
dicampur dengan karak yang kemudian digiling menggunakan mesin alat penggiling
dengan perbandingan 1 Kg merica dan 5 Kg karak.
Selanjutnya, merica serbuk tersebut di masukan
dalam bungkus kertas isi 40 gram dan diberi label merek merica bubuk cap Dua Lombok.
Kemudian dikemas dalam plastik dengan isi 12 bungkus. Ada juga kemasan
besar isi 0,5 Kg sampai 1 Kg.
"Saya pasarkan merica bubuk campuran ini ke pasar-pasar tradisional
di Surabaya,
sering ke Pasar Pabean. Saya jual Rp 15.000 per satu lusin (12 bungkus),"
sebut DJ di Mapolrestabes Surabaya,
Minggu (14/5/2017).
DJ mengaku, sudah memproduksi merica oplosan dan dijual bebas ke pasar-pasar Surabaya ini selama 10 tahun.
Dalam satu bulan, ia mampu memproduksi
sebanyak 2,5 ton merica serbuk oplosan.
"Bahan baku karak saya beli dari
seseorang dari Mojokerto dengan harga Rp 2.000 per kilogram. Karak disetor dari
mojokerto setiap dua minggu sekali," aku DJ.
Penyidik uang sudah melakukan pemeriksaan terhadap pelaku DJ, juga
menemukan usaha yang dijalankan tidak dilengkapi izin. Baik izin usaha maupun
dari BPOM.
"Usaha yang dilakukan DJ tidak dilengkapi surat izin yang sah
mendirikan usaha penualan bubuk merica," kata Kasat Reskrim Poolrestabes Surabaya,
AKBP Shinto Silitonga.
Menurut Shinto, usaha yang dijalankan DJ merupakan produksi cukup besar.
Dalam satu bulan mampu memproduksi merica bubuk palsu sebanyak 2,5 ton. Merica
oplosan produksi DJ diedarkan ke pasar-pasar tradisional di Surabaya.
Keuntungan yang diperoleh DJ, tas produksi merica bubuk oplosan juga
besar.
"Keuntungan per bulan yang didapat dari usaha pembuatan Merica
Bubuk ini mencapai Rp.19 juta," tutur Shinto.
Atas tindakan yang dilakukan DJ, polisi bakal menjeratnya dengan Pasal
142 UU No. 18 tahun 2002 tentang Pangan dan atau pasal 62 ayat (1) UU No. 8 tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ancaman hukumannya selama 2 tahun atau
pidana denda Rp 500 juta.
Dari pengungkapan ini, polisi mengamankan barang bukti mesin penggiling
merica dan karak, 75 Kg biji merica, empat karung bubuk merica seberat 120 Kg,
satu bak bubuk merica campuran karak, empat karung karak sangrae yang belum
digiling seberat 120 Kg, dan puluhan bungkus merica oplosan yang sudah berbetuk kemasan.
Analisis:
Berdasarkan Pasal 1
angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, konsumen
adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk
hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Dalam Pasal 4
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 hak konsumen antara lain:
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa, sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
e. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin, dan status sosial lainnya.
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa, sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
e. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin, dan status sosial lainnya.
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Dalam Pasal 7
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 kewajiban pelaku usaha antara lain:
a. Bertikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
b. Melakukan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaika, dan pemeliharaan.
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan pelayanan; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen.
d. Menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
g. Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila berang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
a. Bertikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
b. Melakukan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaika, dan pemeliharaan.
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan pelayanan; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen.
d. Menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
g. Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila berang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Kasus merica oplosan
ini telah melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak memperhatikan apa yang
seharusnya menjadi kewajibannya dalam memproduksi makanan. Produsen sengaja
menggunakan campuran kerak untuk memproduksi merica serbuk. Setiap pelaku usaha
harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan dan diperdagangkannya.
Pelaku usaha harus bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh konsumen
baik secara materi maupun non-materi. Salah satu hak pokok konsumen dalam hukum
perlindungan konsumen yaitu hak untuk
mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau
jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya.
Sanksi yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999,
yang tertulis dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 63 dapat berupa sanksi
administratif, dan sanksi pidana pokok, serta tambahan berupa perampasan barang
tertentu, pengumuman keputusan hakim, pembayaran ganti rugi, perintah
penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen,
kewajiban penarikan barang dari peredaran, atau pencabutan izin usaha.
Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia
yang menjadi sumber energi bagi tubuh manusia. Oleh karena itu, kita sebagai
konsumen harus lebih teliti dalam membeli makanan agar kita tidak dirugikan
baik secara materi maupun non-materi. Jika makanan itu baik dari segi bentuk,
bau ataupun warna tidak seperti makanan pada umumnya sebaiknya kita tidak usah
membelinya karena memang banyak pelaku usaha yang menggunakan zat-zat berbahaya
pada makanan demi keuntungan yang akan di dapatkan tanpa memikirkan dampak
buruk yang timbul baik jangka pendek maupun jangka panjang bagi konsumen. Lebih
baik mencegah daripada mengobati. Jadi, telitilah dalam membeli makanan.
DAFTAR PUSTAKA
Alamy, Surya Fatkul. 2017. Awas, Merica Oplosan
Beredar di Pasar Surabaya.
http://www.tribunnews.com/regional/2017/05/14/awas-merica-oplosan-beredar-di-pasar-surabaya
.
30 Mei 2017 (20:22)
Simangunsong, Advendi dan Elsi Kartika Sari. 2007. Hukum dalam
Ekonomi (edisi 2). Jakarta: PT. Grasindo